Oleh: HM Rosehan NB, S.H.
Pengajian Rutin MULIA HATI Banjarmasin
Banjarmasin, iloenxnews.com || Di antara ajaran Islam yang harus diamalkan oleh setiap muslim adalah sikap tawadhu atau rendah hati, yaitu merasa diri tidak lebih baik dari orang lain. Amalan hati yang menjadi kebalikan dari sombong ini memiliki banyak keutamaan, satu di antaranya adalah mendapatkan kedudukan mulia di sisi Allah.
Berkaitan dengan dengan hal ini, ada sebuah kisah menarik sebagaimana diungkap Imam Ibnul Jauzi dalam sebuah kisah yang ia tulis di kitab ‘Uyunul Hikayat (Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2019), halaman 103. Dikisahkan, ada seorang abid Bani Israil yang khalwat selama bertahun-tahun di sebuah tempat ibadah di atas bukit. Suatu malam, ahli ibadah ini mimpi bertemu dengan seseorang dan mengatakan bahwa sesungguhnya tukang sepatu yang tinggal di kampung bawah bukit itu lebih mulia dari dirinya.
Saat terbangun, ia mengganggap bahwa mimpinya itu hanya bunga tidur yang tidak punya arti apa-apa. Di siang hari, ia ketiduran dan bermimpi hal yang sama seperti yang terjadi saat tidur di malam hari. Mimpi ini terus berulang hingga akhirnya dia meyakini bahwa ini bukanlah sembarang mimpi.
Suatu hari, abid ini memutuskan untuk mencari sosok tukang sepatu yang selama ini mengganggu pikiran karena selalu hadir dalam mimpinya. Tidak butuh waktu lama, abid ini akhirnya menemukan tukang sepatu yang ada di kampung tersebut. Ketika tukang sepatu ini mendatanginya, dia merasa terkejut karena tahu bahwa abid yang sedang berkhalwat tidak pernah turun gunung.
“Apa yang membawamu turun dari biaramu?”tanya tukang sepatu yang penasaran. Ahli ibadah itu langsung menjawab terus terang, ada yang memberi tahu bahwa tukang sepatu ini lebih baik darinya.
“Ceritakan kepadaku apa yang engkau lakukan?,” tanya si abid. Pada mulanya, tukang sepatu ini terlihat enggan menjawab pertanyaan si abid.
Namun karena terus didesak, akhirnya dia menjawab perilakunya yang mungkin menjadi penyebab dirinya lebih baik dari ahli ibadah itu. “Setiap hari aku bekerja mencari rezeki, hasil dari pekerjaan ini aku sedekahkan separuhnya dan separuh sisanya aku gunakan untuk kebutuhan keluargaku. Aku juga setiap hari berpuasa,” jawab tukang sepatu.
Jawaban tukang sepatu ini membuat si abid terkesan dan menganggap bahwa amalan inilah yang membuat tukang sepatu ini lebih mulia darinya. Setelah hilang rasa penasarannya, ahli ibadah ini kemudian kembali naik ke tempat peribadatannya untuk melaksanakan ibadah sebagaimana biasanya.
Tidak lama kemudian, ahli ibadah ini menjumpai mimpi yang sama seperti sebelumnya. Hanya saja, seseorang yang hadir dalam mimpi ini meminta agar dia menanyakan alasan wajah tukang sepatu itu merasa pucat saat bertemu dengannya. Dia pun kembali turun untuk menemui tukang sepatu tersebut dan melontarkan pertanyaan sebagaimana petunjuk dalam mimpi.
“Mengapa wajahmu tampak pucat?” tanya si abid. Akhirnya, tukang sepatu itu menjelaskan bahwa setiap kali ia bertemu dengan seseorang, dia selalu merasa ketakutan karena merasa dirinya akan masuk neraka sedangkan orang yang ada di hadapannya akan masuk surga. “Aku selalu merasa tidak pernah ada di atas orang lain. Setiap kali aku melihat seseorang, aku berpikir bahwa dia pasti akan masuk surga sementara aku akan masuk neraka,”jawabnya.
Akhirnya, ahli ibadah itu menyadari bahwa tukang sepatu ini mendapat kemuliaan di sisi Allah berkat kerendahan hatinya dan ketakutannya kepada Allah.
Kisah ini memberikan hikmah dan pelajaran bahwa amalan hati, seperti tawadhu dan takut kepada Allah, mempunyai keutamaan yang besar di sisi-Nya, sebagaimana yang didapatkan oleh seorang tukang sepatu dalam kisah ini.
Keutamaan dan kemuliaan ini bisa didapatkan, di antaranya adalah karena tawadhu merupakan amalan yang sulit dilakukan, apalagi bagi mereka yang mendapat kedudukan di tengah masyarakat. Selain itu, kisah ini juga mengajarkan kepada kita untuk selalu memandang positif pada orang lain.
Meski tukang sepatu ini rajin bersedekah dan puasa, dia tidak pernah merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Sebaliknya, dia selalu merasa bahwa orang lain lebih baik darinya dan sikap inilah yang membuatnya mendapatkan kemuliaan di sisi Allah.
Mengingat hal tersebut, sebaiknya kita selalu menanamkan tawadhu dalam hati di setiap langkah kehidupan. Pasalnya, merasa sombong dan lebih baik dari orang lain adalah sifat iblis yang hanya akan merusak hubungan sosial serta menjauhkan kita dari rahmat Allah. Wallahu a‘lam.
(ril/ichal iloenx)