Banjarmasin, iloenxnews.com || “Melalui produksi film, daerah dapat mempromosikan keindahan alam, budaya dan sejarah yang dimiliki serta dapat menjadi lapangan kerja bagi masyarakat. Namun sayangnya problem yang dihadapi yaitu masalah cost (pendanaan), tidak ada stimulus pembiayaan serius untuk sektor film di daerah,” kata Chief Executive Officer (CEO) Alemo Film, Ade Hidayat, S.I.Kom.
Hal tersebut dipaparkannya dalam kegiatan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam (KCKR) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Provinsi Kalsel, di Calamus Room, Hotel Rattan Inn Jalan Jenderal Ahmad Yani Paal 5 Kelurahan Pemurus Dalam, Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin, Selasa (27/8/2024).
Lebih lanjut, Founder Forum Sineas Banua (FSB) ini menambahkan problem besar yang dihadapi adalah tidak adanya alat yang memadai dan rental di daerah tidak tersedia. Juga bioskop alternatif hanya ada satu dan arsip film daerah tidak ada.
“Dari segi SDM pun kita bermasalah. Di daerah kita tidak ada perguruan tinggi mencetak pegiat film, misalnya seperti Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI) yang ada di Yogyakarta. SDM pun tersebar di kampus luar daerah. Dan kalaupun ada pelatihan, edukasinya hanya ada workshop singkat dan sertifikasi profesinya tidak ada,” keluh Direktur Aruh Film Kalimantan ini.
Mengusung tema “Optimalisasi Penciptaan Karya Rekam” sosialisasi ini diikuti puluhan pegiat literasi, dispersip kabupaten/kota, dan partisipan Lomba Film Pendek Dispersip Kalsel.
Kepala Dispersip Kalsel, Dra. Hj. Nurliani Dardie, M.AP diwakili Kepala Bidang Pengelolaan Bahan Pustaka, Muhammad Hanafi mengatakan, sejauh ini sudah ada ribuan KCKR yang diserahkan ke Dispersip Kalsel.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang tersebut yang mengamanatkan penulis atau penerbit wajib menyerahkan KCKR-nya kepada Lembaga Kearsipan Daerah (LKD) dalam hal ini Dispersip Kalsel.
“Tentu saja ini sebagai salah satu upaya untuk melestarikan ilmu pengetahuan yang menjadi tanggung jawab kami,” kata Hanafi ditemui usai membuka kegiatan tersebut.
Ada delapan kriteria yang masuk dalam KCKR beberapa diantaranya yakni karya ilmiah, sambutan, dan bentuk karya tulisan atau rekam lainnya.
Lebih jauh, Hanafi mengatakan, sosialisasi ini bertujuan untuk melestarikan ilmu pengetahuan dan mewujudkan koleksi pustaka nasional.
“Dengan begitu diharapkan masyarakat dan generasi mendatang bisa mendapatkan akses terhadap karya cetak dan karya rekam yang diserahkan tersebut” pungkasnya.
(ichal iloenx)